BERANDA.CO – Dugaan pengusiran salah satu murid di kelas yang dilakukan oknum guru di SDN 002 Samarinda Seberang menyeret profesionalisme para wartawan. Untuk mencari tahu kebenaran kabar tersebut, sejumlah pewarta sempat datang ke sekolah bersangkutan untuk mendapatkan informasi akurat. Sayangnya bukannya klarifikasi yang diperoleh, para wartawan justru mendapat perlakukan yang tidak baik.
Seorang berkemeja hitam yang mengaku guru mendatangi para wartawan di salah satu ruangan di sekolah tersebut. Oknum guru itu lantas menyulut rokok dengan nada tinggi mempertanyakan keberadaan wartawan. “Ada apa ini bawa-bawa wartawan,” katanya. Kericuhan kecil sempat terjadi. Para wartawan jelas tidak terima dengan perlakuan oknum guru tersebut.
Menanggapi hal ini, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim Endro S Efendi didampingi Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan, Abdurrahman Amin, menyayangkan masalah tersebut.
Rahman, sapaan Abdurrahman Amin, menyebut bahwa oknum guru tersebut telah melakukan arogansi terhadap pekerjaan wartawan. Sebagai profesi yang dilindungi undang-undang, jelas sikap tersebut merupakan bentuk intimidasi dan pelanggaran.
“Pekerjaan wartawan itu dilindungi undang-undang. Jadi tidak boleh dihalang-halangi oleh siapa pun, termasuk melakukan intimidasi,” ungkap Rahman.
Kalau memang perlu, Rahman mengaku, akan menyiapkan langkah hukum jika masalah ini terus berlarut. Menurutnya, oknum guru di sekolah tidak perlu alergi menghadapi wartawan ketika terjadi dugaan permasalahan. Pekerjaan wartawan, lanjutnya, memiliki standar aturan dan etika yang tinggi.
“Sandaran etis dalam bekerja tidak bisa ditawar dalam pekerjaan wartawan. Jadi tidak perlu alergi, apalagi menghindar jika ada wartawan yang ingin menggali informasi,” ungkap Rahman.
Guru juga dilindungi undang-undang dan pasti memahami bagaimana profesi dan etika masing-masing, sehingga sangat disayangkan jika hal ini terjadi.
Masalah ini bermula ketika seorang murid SD di sekolah tersebut diduga mendapatkan intimidasi oleh wali kelasnya. MF (10), siswi kelas 4B, karena ekonomi dan kurangnya informasi yang didapat, membuatnya tidak dapat mengikuti pembelajaran secara daring dengan alasan tidak memiliki gawai (handphone).
Muhammad Kadir Jailani (28) yang merupakan relawan yang turut mendampingi MF sejak sepekan terakhir, mengaku mendapati murid SD itu dalam kondisi menangis di tepi jalan tak jauh dari sekolah.
“Saya tanya, kenapa menangis, dia bilang diusir dari kelas,” ucap Memet sapaan akrabnya
“Kedatangan kami yang bertujuan mengkonfirmasi kebenaran yang terjadi di lingkungan sekolah tersebut, namun disambut sikap temperamen oleh beberapa oknum guru yang menyangkal akan kejadian tersebut,” lanjut Memet.
Media Prokaltim.com melakukan pantuan di lingkungan sekolah. Beberapa guru dengan tatapan penuh tanya dan sesekali berbicara dengan nada tinggi.
“Ngapain ini ramai-ramai datang bawa wartawan segala, kan permasalahanya sudah selesai,” ucap Risna yang merupakan wali kelas MF saat dijumpai di ruang guru.
Awak media berusaha menghadapi situasi dengan kepala dingin dan berkesempatan bertemu dengan kepala sekolah, Sarban.
“Belum ada konfirmasi dari guru yang bersangkutan, namun akan kami lakukan pemanggilan terhadap oknum guru tersebut,” ungkap Sarban.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Samarinda Asli Nuryadin saat dihubungi mengaku belum mengetahui permasalahan yang terjadi. “Saya akan konfirmasi kepala sekolahnya dulu,” singkatnya. (*)