BERANDA.CO – Wakil Ketua Bapemperda DPRD Kaltim, Salehuddin, mengungkapkan, proses pembiayaan honorer dalam struktur kepengurusan dewan adat sering menjadi kendala. Apalagi, dalam Perda Nomor 1 Tahun 2015, tidak diberikan gambaran secara utuh.
“Memang masih ada pertanyaan, sebenarnya pembiayaannya seperti apa? Karena Pemprov Kaltim memang tidak mempunyai masyarakat adatnya,” katanya. “Namun teknisnya sebenarnya diatur oleh Pemkab atau Pemkot sendiri,” timpal Salehuddin.
Dia mencontohkan, lawatan DPRD Mahulu bisa menjadi contoh dalam masalah ini. Kata Salehuddin, DPRD Mahulu bahkan sudah menyusun dan menyetujui Perda terkait dengan penyelenggaraan Dewan Adat Dayak di Mahulu. Hanya permasalahannya, dalam proses penyelenggaraan itu Pemkab Mahulu tidak bisa serta-merta memberikan pembiayaan maupun honorarium per bulan bagi pengurus Dewan Adat Dayak maupun beberapa anggota pengurusnya.
“Harapan mereka itu diberikan pembiayaan perbulan seperti honorarium, maka mereka minta pendapat kita,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar ini menambahkan, terkait Lembaga Dewan Adat ini Pemerintah Daerah tidak bisa serta merta memberikan pembiayaan bulanan kepada pengurus tersebut. Sebab ketentuan regulasi pemberian bantuan keuangan kepada pengurus Dewan Adat memang tidak diperbolehkan Pemerintah Daerah memberikan per bulan kepada Dewan Adat.
“Makanya kami sarankan bisa mengikuti apa yang telah dilakukan Pemkab Kukar, jadi honorarium yang dimaksud diberikan kepada Kesultanan dalam bentuk kegiatan seperti Erau yang dilaksanakan setiap tahun yang pembiayaannya melalui Dinas Pariwisata,” urainya.
“Selain itu dalam kunjungan ini mereka juga berkonsultasi mencari landasan hukum dan aturan yang berlaku untuk bisa melaksanakan kegiatan Sosper sama seperti DPRD Kaltim karena memang Sosialisasi Perda kepada masyarakat sangat penting dilaksanakan,” sambung Salehuddin. (adv)