spot_img

Penanganan Banjir di Kabupaten Tanah Laut: Meninjau Faktor Lingkungan dan Respons Pemerintah terhadap Petani

Disclaimer: Artikel ini bersifat opini dan tidak mewakili pandangan institusi mana pun.

Penulis:
Eka Prasetya Aneba
Pengamat lingkungan hidup dan kehutanan
Executive Director Nayaka Foundation

Data terbaru dari Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD Tala per 22 Januari 2025 mencatat, sebanyak 3.041 rumah, 3.194 kepala keluarga, dan 6.095 jiwa terdampak banjir di empat kecamatan, yakni Kurau, Bati-Bati, Tambang Ulang, dan Pelaihari. Dalam perkembangan terbaru, Kecamatan Bumi Makmur juga turut terdampak.

Banjir di Kabupaten Tanah Laut, khususnya di Kecamatan Kurau, menjadi ancaman tahunan yang merugikan banyak pihak, terutama petani yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Meskipun bantuan logistik dari pemerintah dan berbagai pihak sudah mulai lebih terorganisir dan sinergis, namun penanganan terhadap kerugian yang dialami petani, terutama dalam hal penyelamatan hasil panen belum maksimal.

Salah satu penyebab utama banjir ini adalah perubahan lingkungan yang terjadi akibat pembukaan lahan untuk pertanian maupun perkebunan yang tidak terkelola dengan baik, kejenuhan tanah, serta kerusakan hutan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS). Hal ini memperburuk daya serap dan daya tampung air di wilayah tersebut.

Lebih jauh lagi, perubahan budaya di kalangan masyarakat setempat yang mulai meninggalkan kearifan lokal berupa rumah panggung yang ramah terhadap alam, dan beralih ke konstruksi beton yang lebih modern, ternyata turut berkontribusi pada masalah banjir yang semakin parah.

Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi penyebab banjir yang terjadi, serta mengevaluasi respons pemerintah dalam menyelamatkan hasil pertanian petani yang terdampak.

Banjir, Sebuah Fenomena

Banjir di Kabupaten Tanah Laut, bukanlah fenomena baru. Namun, belakangan ini intensitas banjir semakin meningkat. Setiap tahun, musim hujan membawa dampak yang sama: banjir merendam sawah, ladang, rumah, dan infrastruktur lainnya. Bagi petani, banjir bukan hanya menjadi bencana alam yang menenggelamkan hasil panen, tetapi juga ancaman terhadap mata pencaharian mereka.

Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan intensitas banjir ini adalah perubahan lingkungan yang sangat berpengaruh pada siklus hidrologi di daerah tersebut. Salah satunya adalah konversi lahan untuk pertanian, perkebunan bahkan pemukiman, yang sering kali dilakukan tanpa memperhitungkan daya dukung alam.
Pembukaan lahan untuk pertanian, perkebunan maupun pemukiman memang memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat, namun hal ini juga membawa dampak negatif bagi ekosistem. Pembukaan hutan secara besar-besaran dan konversi lahan menjadi area pertanian dan perumahan, terutama sawah dan kebun, telah mengganggu keseimbangan alam.

Pembukaan lahan yang tidak ramah lingkungan menyebabkan berkurangnya penyerapan air oleh tanah. Padahal, hutan dan vegetasi alami lainnya berfungsi untuk menampung air hujan dan mengatur aliran sungai agar tidak meluap. Selain itu, pengolahan lahan yang kurang bijak juga menyebabkan terjadinya erosi, yang semakin memperburuk keadaan. Air yang tidak dapat diserap dengan baik oleh tanah, akan mengalir ke permukaan, membanjiri area pemukiman dan sawah yang ada di sekitarnya.
Sementara itu kejenuhan tanah adalah masalah lain yang semakin terasa di daerah ini. Tanah yang digunakan untuk pertanian secara intensif, seperti sawah yang ditanami padi setiap tahun tanpa perawatan yang cukup, menjadi semakin tidak produktif. Kondisi tanah yang jenuh air ini sangat rentan terhadap banjir, terutama jika curah hujan sangat tinggi dalam waktu singkat.

BACA JUGA  Catatan Akhir Tahun 2022: Tanggung Jawab SMSI dan Bisnis Media di Tahun Politik

Tanah yang sudah jenuh akan sulit menyerap air, sehingga air akan langsung menggenangi permukaan tanah dan mengalir dengan cepat, menyebabkan banjir di area sekitar. Kejenuhan tanah ini juga memperburuk kualitas pertanian, karena tanaman tidak dapat berkembang dengan optimal di lahan yang kurang subur akibat pembukaan lahan secara terus-menerus.

Sementara itu, di hulunya, kerusakan hutan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) juga memainkan peranan penting dalam memperburuk banjir. Hutan yang berfungsi sebagai penyerap air hujan yang mengalir ke sungai dan danau kini banyak digantikan oleh lahan pertanian atau pemukiman, fungsi hutan sebagai penyerap air pun hilang.
Pembukaan lahan di kawasan hulu sungai menyebabkan hilangnya daya tampung air hujan yang sebelumnya diserap oleh akar pohon-pohon hutan. Alhasil, saat musim hujan, aliran air sungai tidak terkendali dan menyebabkan banjir di hilir, termasuk di Kecamatan Kurau dan Bumi Makmur.

Kearifan Lokal Rumah Panggung

Di masa lalu, masyarakat suku Banjar sering membangun rumah panggung yang memiliki keunggulan dalam menyikapi masalah banjir. Rumah panggung memungkinkan air hujan mengalir dengan bebas di bawah rumah tanpa menyebabkan kerusakan pada bangunan.
Rumah panggung sangat efektif dalam menghadapi banjir. Rumah panggung tidak hanya melindungi dari genangan air, tetapi juga membantu menjaga daya serap dan daya tampung air tanah.

Sayangnya, seiring perkembangan zaman, banyak masyarakat yang beralih ke rumah beton. Perubahan ini, meskipun memberikan kenyamanan dan modernitas, justru mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air, sehingga memperparah kondisi banjir.
Beton dan material keras lainnya memiliki daya serap air yang sangat rendah, sehingga air hujan cenderung menggenang dan memperparah masalah banjir. Alih-alih mengurangi dampak banjir, perubahan pola bangunan ini justru memperburuk situasi, karena rumah dan pemukiman menjadi lebih rentan tergenang air.

Meskipun respons pemerintah terhadap bencana banjir di Kabupaten Tanah Laut, khususnya di Kecamatan Kurau, telah cukup baik dalam hal bantuan logistik, kenyataannya sektor yang paling terkena dampak, yaitu sektor pertanian, masih merasa kurang mendapat perhatian yang maksimal. Bantuan logistik seperti makanan, pakaian, dan tempat pengungsian memang sudah disalurkan dengan baik, tetapi untuk sektor pertanian, terutama dalam hal penyelamatan hasil panen petani, belum terlihat langkah yang cukup efektif.

BACA JUGA  Membangun Integritas Parpol dan Melepaskan Cengkraman Oligarki

Hasil panen petani, khususnya gabah, sering kali terendam oleh banjir, yang tidak hanya merusak hasil pertanian tetapi juga menggagalkan upaya petani dalam memperoleh penghasilan. Pemerintah memang memberikan bantuan untuk memperbaiki infrastruktur dan merehabilitasi lahan, namun upaya untuk melindungi hasil panen petani, seperti pemberian peralatan pengering gabah atau penempatan tempat penyimpanan sementara yang aman masih sangat minim.

Meskipun pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta berbagai pihak baik swasta maupun organisasi kemasyarakatan telah berusaha memberikan bantuan logistik, tetapi masalah penanganan banjir yang lebih struktural dan jangka panjang belum terlihat jelas. Salah satu hal yang menjadi tantangan besar adalah kurangnya sinergi dalam menyelesaikan masalah ini.

Pemerintah daerah, misalnya, perlu lebih fokus pada upaya mitigasi banjir dengan melakukan normalisasi sungai, pembangunan infrastruktur drainase yang memadai, serta memperbaiki sistem pengelolaan lahan agar lebih ramah lingkungan. Sinergi dengan pihak-pihak swasta juga perlu ditingkatkan, terutama untuk mendorong pertanian berkelanjutan yang tidak merusak lingkungan.

Untuk mengatasi masalah banjir yang kian memburuk di Kabupaten Tanah Laut, diperlukan pendekatan yang lebih holistik. Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:

  1. Perbaikan Pengelolaan Lahan: Pemerintah perlu mendorong pertanian berkelanjutan dengan memperkenalkan teknologi dan metode pertanian yang ramah lingkungan, seperti agroforestry dan pertanian organik.
  2. Pemulihan Ekosistem DAS: Upaya restorasi hutan dan penghijauan kembali di kawasan DAS harus menjadi prioritas utama untuk memperbaiki daya serap air.
  3. Peningkatan Infrastruktur Drainase: Pembangunan dan pemeliharaan saluran drainase yang baik akan sangat membantu dalam mengurangi potensi banjir, terutama di daerah-daerah yang rawan terendam.
  4. Perhatian Lebih pada Petani: Bantuan kepada petani yang terkena dampak banjir harus lebih terfokus pada penyelamatan hasil pertanian dengan membangun infrastruktur atau sistem irifasi pertanian yang dapat melindungi hasil panen dari banjir, seperti gudang penyimpanan yang lebih tinggi atau tempat penyimpanan sementara yang lebih aman serta memfasilitasi dengan sarana pengeringan gabah yang lebih banyak lagi.

Banjir, merupakan masalah yang kompleks dan harus ditangani secara menyeluruh. Pembukaan lahan untuk pertanian, kejenuhan tanah, kerusakan hutan, dan perubahan kearifan lokal adalah beberapa faktor yang memperburuk situasi.
Pemerintah dan seluruh pihak terkait harus berkolaborasi lebih erat untuk memberikan solusi yang lebih efektif, terutama dalam menyelamatkan hasil panen petani yang paling terdampak. Penanganan banjir bukan hanya soal bantuan logistik, tetapi juga tentang menyelamatkan mata pencaharian petani yang menjadi tulang punggung ekonomi mereka.

Facebook Comments Box
spot_img

Baca Juga

Artikel Terkait

google-site-verification=2BD9weAnZwEeg5aPSMuk5688uWcb6MUgj2-ZBLtOHog