BERANDA.CO, Samarinda – Kabar terkait sengketa lahan di Desa Saliki, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), tengah menjadi perhatian Anggota Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Marthinus. Konflik yang terjadi di sana melibatkan PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS) dengan masyarakat setempat.
Marthinus pun berharap Penjabat (Pj) Gubernur Akmal Malik turut aktif dalam menyelesaikan masalah sengketa lahan yang tak hanya berada di Kukar namun di beberapa daerah di provinsi Kaltim.
Politisi Partai PDI Perjuangan ini meminta agar Pj Gubernur Kaltim segera menindaklanjuti masalah ini, mengingat hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai status tanah tersebut, apakah termasuk tanah negara atau bukan.
“Kita perlu meneliti bagaimana ganti rugi yang telah diberikan oleh pihak perusahaan kepada masyarakat,” tambahnya.
Marthinus juga menyampaikan bahwa sengketa lahan ini telah berlangsung cukup lama dan belum mendapatkan penyelesaian, sehingga berpotensi menimbulkan konflik sosial yang berkelanjutan.
Ia berharap Pj Gubernur Kaltim dapat memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan ini, mengingat kompleksitasnya dan potensi dampaknya pada masyarakat.
“Kami juga akan terus mengawasi dan mengawal proses penyelesaiannya,” pungkas Marthinus.
Sebelumnya, dalam konteks sengketa lahan warga di wilayah Pertamina Hulu Sanga-Sanga, Komisi I DPRD Kaltim telah meminta data yang lebih rinci dari berbagai instansi terkait, termasuk Bupati Kukar, Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan Muara Badak, Kepala Desa Saliki, Dinas Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan Kaltim, BPKHL Wilayah IV Samarinda, UPTD Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) Delta Mahakam, dan Kapolres Kota Bontang.
“Komisi I DPRD Kaltim meminta semua pihak untuk menyampaikan dokumen pendukung, demi menjaga transparansi dan akuntabilitas,” tambah Marthinus.
Marthinus juga mencatat bahwa telah ada dua somasi yang diajukan oleh kuasa hukum ahli waris almarhum Haji Nohong, warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan, kepada pihak Pertamina Hulu Sanga Sanga. Namun, hingga saat ini, belum ada solusi karena Pertamina menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik negara. (adv)