spot_img

Bambang Tuding PD Baratala Rugikan PT BTG

BERANDA.CO – Direktur PT Bimo Taksoko Gono (BTG) Bambang Tri Gunadi mengaku telah dirugikan Perusahaan Daerah Baratala Tuntung Pandang (PD Baratala) pasalnya setelah melakukan pengurusan perpanjangan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Surat Perintah Kerja (SPK) kepada pihaknya tak kunjung diperpanjang, malah diberikan kepada pihak lain yakni PT Nusantara Dwikarya Mandiri (NDM).

“Setahu saya sekarang dia (PD Baratala) bekerjasama dengan PT Nusantara Dwikarya Mandiri (NDM)”, hal tersebut diungkapkan Bambang, saat melakukan jumpa pers disalah satu kafe dikawasan jalan Pangeran Hidayatullah Kota Banjarmasin, Jumat sore (1/7).

Sebelumnya pengusaha asal Surabaya ini membeberkan awal mula bekerja sama dengan PD Baratala (saat ini: red) sebelumnya Perusahaan Daerah Aneka Usaha Manuntung Berseri (PD AUMB) sejak tahun 2005 lalu untuk melakukan penambangan bijih besi di Desa Pemalongan Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut, pihaknya mulai melakukan pembebasan lahan pada tanggal 10 Januari 2005 seluas 42 hektar (ha) atau sebanyak 21 surat sporadik kemudian pada tanggal 9 April ditahun yang sama membebaskan 11 ha (6 surat sporadik) sehingga total 53 ha.

“Pada awal 2005 membebaskan dengan cara mengganti rugi kepada masyarakat, suratnya kami urus melalui Notaris Noor Hasanah yang ada di Banjarbaru,” beber Bambang.

Setelah melakukan pembebasan lahan, diakui Bambang pihaknya kemudian melakukan pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau pada tahun itu namanya Kuasa Penambangan atau KP, namun terkendala karena ternyata izin KP-nya sudah atas nama perusahaan daerah (PD AUMB saat itu: red).

“Saya juga bingung, membebasin lahan tapi ga bisa ngurus izinnya tapi ga (tidak) mau ribut, yang penting bisa kerja akhirnya berunding dengan perusahaan daerah, akhirnya kami dapatlah SPK dan bekerja terus sambil ngurus dokumen-dokumen yang diperlukan agar bisa dilakukan penambangan,” terangnya.

BACA JUGA  Obligasi dan Sukuk Pegadaian Raih Predikat Superior dari PEFINDO

Adapun dokumen yang dimaksud yakni Analisa Dampak Lingkungan (Amdal), Clear and Clear (C&C). Lebih lanjut Bambang menuturkan, selagi melakukan pekerjaan tiba-tiba lahannya diberi garis polisi (police line) oleh pihak Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Selatan, karena menurut pihak kepolisian, pihaknya belum mengantongi IPPKH.

“Saya juga ga (tidak) ngerti apa itu izin pinjam pakai karena pihak Baratala yang punya KP nya ga tau gitu, akhirnya saya urus izin pinjam pakai keluarlah, tanggal 15 September tahun 2008 dan berlaku sampai 2017,” terang Bambang.

Diakui Bambang bahwa pihaknya telah melakukan pembayaran ganti rugi lahan sebelum memiliki IPPKH. Singkat cerita pria yang memiliki gelar dokter hewan ini menyampaikan setelah IPPKH habis pada tahun 2017 lalu pihaknya kemudian melakukan pengurusan perpanjangan berdasarkan surat kuasa dari PD Baratala dan keluarlah izin perpanjangan tanggal 15 Oktober 2020.

“Saya urus perpanjangannya, ada surat kuasanya juga dari PD Baratala untuk saya mengurus izin pinjam pakai kemudian, keluar lagi tanggal 15 Oktober tahun 2020,” ujar Bambang.

Menurut Bambang, setelah perpanjangan IPPKH keluar maka sesuai dengan komitmen seharusnya yang melanjutkan pekerjaan (penambangan) adalah pihak BTG.

“Nah ini anehnya yang kerja perusahaan lain, saya ditinggal begitu saja, ga sesuai dengan apa yang tertuang didalam izin pinjam pakai karena disitu tertulis bahwa kewajiban pemegang izin pinjam pakai itu harus menyelesaikan hak-haknya pihak ketiga yaitu saya selaku investor maupun kontraktor mulai tahun 2005, nah ini kan tidak dijalankan oleh mereka,” tandas Bambang.

Kemudian diakui Bambang, atas kejadian tersebut demi meminta keadilan pihaknya telah melakukan pelaporan kepada pihak Bareskrim Polri dan Polres Tala dengan kasus pencurian.

BACA JUGA  Kisruh PD Baratala dengan Mantan? Ini Kata Praktisi Hukum (2)

“Kami juga telah melapor ke Bareskrim untuk memohon keadilan karena selama ini yang investasi itu saya terus PD Baratala yang memiliki izin KP itu investasinya nol rupiah, jadi yang investasi kami terus mulai ganti rugi ke masyarakat terus bikin jalan, perjanjian ada semua saya,” timpal Bambang.

Selanjutnya menurut Bambang tak tanggung-tanggung atas kejadian yang telah terjadi pihaknya telah dirugikan secara materi sekitar Rp21milyar lebih, yakni dari fee lahan dan jasa pengolahan lahan.

“Kerugian menurut hitungan saya, fee jasa pengolahan karena mesin saya dipakai kan itu sekitar 828 juta kemudiaan fee lahan yang tambang, ya walaupun saya ga kerja harusnya saya dibayarkan fee lahan, hitungan saya sampai bulan Mei kemarin (2022) itu sekitar 21milyar,” bebernya.

Dari kejadian tersebut dirinya tetap berharap bahwa pihak PD Baratala bisa bekerjasama lagi dengan pihaknya, bukan tanpa alasan hal itu diharapkan karena selama ini pihaknyalah yang telah melakukan investasi dan mengurus segala izin agar kegiatan pertambangan tersebut bisa berjalan. Menurut perhitungan Bambang bahwa investasi yang telah digelotorkan selama 15 tahun sudah menelan biaya sekitar Rp50miliyar dan pengakuannya belum kembali.

“Selain itu harapannya fee lahan dibayar, fee jasa pengolahan juga harus dibayar (Rp.21milyar lebih: red). Surat tagihan telah saya kirimkan ke pihak Baratala tapi tidak ditanggepan sampai sekarang,” pungkas Bambang.

Sementara itu, sampai berita ini ditayangkan konfirmasi terkait hal tersebut telah dilakukan melalui telepon langsung ke nomor seluler Plt Direktur Utama PD Baratala Agus Sektyaji dan juga mengirimkan pesan melalui aplikasi WhatsApp namun belum ada tanggapan dan balasan.

 

Sumber: kalseltoday.co.id

Facebook Comments Box
spot_img

Baca Juga

Artikel Terkait

google-site-verification=2BD9weAnZwEeg5aPSMuk5688uWcb6MUgj2-ZBLtOHog